Saraswanti Grup mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama pupuk di Indonesia. Perusahaan yang berdiri semenjak tahun 1998 mengandalkan dua jenis pupuk NPK untuk sawit: Palmo dan Pupindo. Kedua jenis produk ini mempunya nilai tambah dan keunggulan untuk meningkatkan produktivitas sawit.

Saraswanti Group mengoptimalkan segmen kebutuhan pupuk majemuk atau NPK untuk meningkatkan lini bisnisnya. Pemasaran pupuk NPK Palmo dan Pupindo semakin diterima konsumen karena dapat mengikuti selera dan permintaan konsumen.

“Ada dua produk yang kami unggulkan yaitu Palmo dan Pupindo untuk perkebunan sawit. Kedua produk ini berbeda dari spesifikasi dan penggunaannya. Berat pupuk Palmo antara 1,2-1,5 gram dengan ukuran butiran kurang lebih 15-18 mm, berbentuk briket oval. Sedangkan pupuk Pupindo butiran berukuran 3-6 mm, dikenal sebagai bentuk granuler,” kata M.Edi Premono, Direktur Pemasaran PT Saraswanti Anugerah Makmur, dalam wawancara di kantornya, yang berlokasi di Jl. Rasamala 20 Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat.

Edi Premono menambahkan Pupuk Palmo sesuai digunakan di lahan marginal seperti lahan berlereng atau bergelombang, berpasir, gambut, dan lahan pasang surut. Namun demikian Palmo juga dapat diaplikasi di lahan mineral biasa. Sementara itu Pupindo biasa diaplikasikan dengan cara broadcast, disarankan untuk areal-areal yang relatif datar untuk mengurangi kehilangan  karena air limpasan.

Pengembangan pupuk Palmo bermula semenjak tahun 2003. Pupuk ini diproduksi oleh PT Saraswanti Anugerah Makmur bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebagai formulator. Sebelum dipasarkan, serangkaian riset dan uji coba intensif dilaksanakan dalam kurun waktu empat tahun lamanya. Barulah pada 2008, Saraswanti menggalakkan pemasaran Palmo baik di perkebunan milik BUMN, maupun perkebunan swasta.

Pupuk Palmo adalah Pupuk NPK yang diperkaya asam humat dan fulvat dengan formulasi khusus untuk kelapa sawit. Keunggulan pupuk ini adalah pengunaan teknologi slow agent release sehingga menjaga ketersediaan unsur hara. Pupuk diproduksi dengan ukuran butir lebih besar supaya pelepasan unsur hara bertahap dibandingkan dengan pupuk dengan bentuk lebih kecil.

“Di tanah marginal sangatlah penting menjaga unsur hara dari pupuk untuk bertahan lebih lama di dalam tanah. Supaya tanaman tetap mendapatkan asupan hara dalam jangka waktu tertentu,” kata Edi Premono.

Redaksi SI Jul 17, 2017
Sumber: Majalah Sawit Indonesia